Laman

Kamis, 12 Mei 2011

KPK Diminta Berani Tembus Lingkaran Kekuasaan

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini tengah menangani kasus yang menyerempet kekuasaan, seperti kasus suap Wisma Atlet Palembang. Untuk itu KPK diminta berani menerobos lingkaran kekuasaan untuk dapat mengusut kasus tersebut hingga tuntas.

"Sampaf sekarang, KPK baru berani menahan mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam karena sebelumnya tertangkap tangan disuap. Kami juga sanksi KPK dapat segera memeriksa dan menangkap Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin dan Angelina Sondakh," tutur Laode Kamaludin, aktivis Komite Pemuda Anti Korupsi (KAPAK) yang menggelar aksi demonstrasi di depan kantor KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (12/5/2011).

Laode menuding mental KPK ciut untuk dapat mengusut dua politisi dari Partai Demokrat tersebut karena berada di dalam lingkaran kekuasaan. "Karena ketiga orang ini dilindungi oleh tembok tebal kekuasaan istana," papar Laode.

Di samping itu, massa KAPAK juga mendesak KPK untuk dapat mengusut kasus KRL hibah dari Jepang yang disebut-sebut melibatkan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa.

"Bedah kasus mutakhir ialah kasus korupsi kereta hibah yang telah menyeret mantan anak buah Hatta Radjasa, yakni Sumino Eko Saputro (mantan Dirjen Perkeretaapjan] yang memboroskan dan merugikan negara senilai Rp 44,46 Miliar. Sebagai Menteri Perhubungan pada waktu itu, Hatta Radjasa pasti paham dan memberi disposisi atas pengangkutan KRL dari Jepang Departemen Perhubungan 2006-2007," papar Laode.

Selain berorasi, massa KAPAK yang berkekuatan sekitar 30 orang hari ini juga menggelar aksi tidur di jalanan. Aksi tidur ini digelar hanya sekitar 10 menit saja.


detik.com

Rabu, 11 Mei 2011

SMS Pengingat Jadwal Rapat DPR Habiskan Rp 96 Juta

Jakarta - Anggota dewan harusnya tidak melupakan agenda rapatnya. Ada SMS gateway yang disediakan Setjen DPR yang menghabiskan anggaran hingga Rp 96 juta.

"Tidak benar ada anggaran untuk uang pulsa seperti yang disampaikan LSM Fitra. Anggaran Rp 96 juta tersebut diperuntukkan untuk menyampaikan informasi dan pemberitahuan kegiatan rapat-rapat dewan,"papar Kepala Biro Perencanaan dan Pengawasan Setjen DPR, Adil Rusli, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/5/2011).

Dengan SMS gateway tersebut anggota DPR mendapat informasi seputar kegiatan kerja di Senayan. Termasuk jadwal agenda dan kepentingan lainnya.

"Semua itu dibiayai anggaran Setjen Khusus buat 560 anggota dewan," paparnya.

Hal senada disampaikan oleh Kepala Pusat P3DI Setjen DPR, Damayanti, dia mengatakan sms Gateway berisi undangan atau informasi persiapan rapat DPR. Namun tidak diperuntukkan untuk sms pribadi maupun anggaran pulsa.

"Pemberitahuan keseluruhan mengenai kegiatan dewan dan anggaran setahun itu Rp 96 juta, namun sampai sejauh ini dari bulan Januari-April anggaran baru terserap sebesar Rp 15.254.458 rupiah," tuturnya.

Diharapkan ke depan anggota DPR makin rajin rapat, Sehingga sms gateway yang sudah menghabiskan anggaran hingga Rp 96 juta tersebut tidak sia-sia.

"Ini sangat efektif bagi anggota dewan, karena kesibukan mereka sms ini diharapkan bisa mengingatkan bahkan sangat membantu bila ada pemberitahuan yang urgen seperti agenda rapat maupun berita duka. Kami juga sudah mempersiapkan sms gateway untuk pengaduan masyarakat," tandasnya.

(van/rdf)

detik.com

Koruptor & Teroris Kejahatan Luar Biasa, Penanganan Harus Luar Biasa

Jakarta - Ancaman pidana terhadap koruptor dan teroris dinilai sama. Karena itu, penanganannya pun harus luar biasa karena koruptor dan teroris adalah kejahatan yang luar biasa atau extraordinary crime.

"Dalam persepsi hukum kita, teroris dan koruptor adalah extraordinary crime. Jadi kebijakan pidananya sama. Kejahatan yang luar biasa, sehingga penanganannya juga harus luar biasa," ujar Dirjen Perundang-undangan Kemenkum HAM Wahidudin Adam usai diskusi publik mengenai RUU Intelijen di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (11/5/2011).

Menurut Wahidudin, UU Tipikor selama ini sudah ada tapi pemerintah mengajukan perubahan. Dalam perubahan itu intinya untuk mengefektifkan upaya pemberantasan korupsi. Untuk sanksi terhadap koruptor akan dilihat dan disesuaikan dengan konvensi internasional.

"Sampai saat ini masih dalam proses untuk mendengar masukan-masukan dari masyarakat," kata dia.

Sedangkan untuk hukuman mati, lanjut Wahidudin, memang merupakan hukuman yang paling tinggi. Namun selama ini, belum pernah ada hukuman mati untuk para koruptor. Hukuman koruptor yakni pemiskinan aset-asetnya.

"Nanti kalau hukuman mati akan ditegaskan dan dilihat kembali," ujarnya.

Sebelumnya sejumlah negara yang hadir dalam konvensi internasional antisuap di dunia bisnis internasional sepakat untuk memperlakukan koruptor bak teroris. Setiap orang yang pernah korupsi dan akan masuk ke Indonesia, akan ditolak.

Kemungkinan aturan penolakan itu bisa dimasukkan dalam revisi UU Kemigrasian. KPK sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mewujudkan hal ini.

Menkum HAM Patrialis Akbar menanggapi positif wacana itu. Menurut Patrialis, efek jera yang ditimbulkan pasti lebih besar bila hal tersebut diterapkan. Usulan tersebut bisa dimasukkan dalam revisi UU Tipikor. Sebab, dalam UU Keimigrasian, proses revisi sudah selesai dilakukan.

(gus/fay)

detik.com

Senin, 09 Mei 2011

Pengusaha Asing Jangan Coba-coba Main Suap di Indonesia

Jakarta - Indonesia sepakat untuk melawan praktik suap dalam dunia bisnis internasional. Ke depan, kasus suap tidak hanya akan menjerat para pejabat lokal. Pebisnis asing yang terbukti memberi atau menerima suap harus ikut dipidana.

Semangat itu mengemuka dalam acara acara Konferensi Pemberantasan Praktik Penyuapan Pejabat Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali. Acara digelar mulai hari ini hingga 11 Mei 2011 besok. Ada 357 peserta dari 35 negara berbeda yang hadir di lokasi.

"Konferensi internasional di Bali akan menjadi momentum yang bagus bagi Indonesia dalam hubungannya dengan suap yang melibatkan asing, baik korupsi yang terjadi di sektor swasta maupun publik," kata Ketua KPK, Busyro Muqoddas, saat membuka acara.

Menurut Busyro, setiap tahun ada jutaan dolar yang dikeluarkan untuk praktik penyuapan pada pejabat publik demi keuntungan bisnis internasional. Hasilnya, roda perputaran ekonomi menjadi tidak berjalan dengan baik. Sekolah dan sarana publik lainnya menjadi tidak diperhatikan.

"Jika tidak ada solusi konkret, peran negara akan sia-sia. Sebab, kepentingan perusahaan dan bisnis yang mengesampingkan etika akan lebih dominan," jelasnya dalam pidato bahasa Inggris.

Busyro berharap aturan untuk menindak pihak asing yang terlibat suap di Indonesia bisa masuk dalam draf revisi UU Tipikor. DPR selaku pembuat undang-undang juga diminta berkontribusi aktif guna menyelesaikan masalah ini.

"Revisi UU KPK dan UU Tipikor yang perkembangan terakhir KPK sudah memasukkan usulan di draf revisi UU Tipikor mengenai bribery sebagai tindakan yang bisa dikriminalisasi. Inilah tema besar yang sesungguhnya," terang mantan ketua Komisi Yudisial (KY) ini.

Sementara itu, Sekjen Organisation Economic Cooperation and Develepment (OECD), Richard Boucher, menambahkan dalam sesi jumpa pers, penyuapan luar negeri memberi dampak luar biasa dalam kehidupan. Praktik ini merusak tatanan masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan dan ksehatan.

Karena itu, dia mendorong Indonesia segera membuat aturan tentang hal tersebut. Tentunya bekerjasama dengan parleman dan koalisi masyarakat sipil.

"Kami sangat menyambut baik peran yang dimainkan Indonesia dan peran dalam pemberantasan korupsi," ujarnya.

detik.com

Minggu, 08 Mei 2011

ICW Sayangkan Komisi Informasi Daerah Baru Terbentuk di 8 Provinsi

Jakarta - Salah satu amanat UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
adalah pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) pada level provinsi. Sayangnya,
hingga awal 2011 baru sekitar 8 provinsi yang secara definitif memiliki Komisi Informasi.

"Menyangkut pembentukan lembaga tersebut, UU ini memberikan batas waktu bahwa
komisi informasi provinsi harus sudah terbentuk paling lambat 2 tahun sejak diundangkannya UU ini. Namun pada praktiknya, hingga awal 2011, baru sekitar 8 provinsi," ujar Agus Sunaryanto, Koordinator Divisi Investigasi ICW, dalam konferensi pers Indonesia Corruption Watch (ICW) di Rumah Makan Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/5/2011).

8 Provinsi yang telah memiliki KID adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Gorontalo, Kepulauan Riau, Lampung dan Sulawesi Selatan. Menurut Agus, rendahnya tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap UU KIP bukan saja menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Lebih dari itu, perlindungan hak publik atas informasi bisa terancam, mengingat sekitar 70 persen lembaga penyelesaian sengketa informasi di daerah belum terbentuk.

"Kami melihat, bahwa ada beberapa problematika. Ini soal anggaran dan kesekretariatan. Problem ini dihadapi oleh semua lembaga KID yang sudah terbentuk, yaitu tidak memiliki anggaran operasional, tunjangan pegawai, serta belum memiliki sekretariat atau kantor," jelasnya.

Problem lainnya, belum efektifnya KID. Karena itu, hingga saat ini sekurangnya sudah
terbentuk 8 KID. Artinya, 76 persen provisi belum memiliki KID. Dari 8 KID yang sudah terbentuk, hanya 4 KID yang sudah menangani perkara sengketa informasi dan 4 di antaranya belum beroperasi.

Selain itu, lemahnya kualitas proses seleksi juga menjadi problem. Saat ini daerah yang sedang menjalankan proses seleksi, calon anggota KID maupun daerah yang sudah terbentuk KID-nya ternyata tetap menyisakan persoalan. Hal ini karena beberapa penyebab. Misalnya saja, karena terdapat anggota KID yang sudah dilantik memilih mengundurkan diri dan calon KID menggugat gubernur karena mencoret tanpa alasan yang berdasar sehingga tidak bisa ikut seleksi fit and proper test di DPRD.

"Selain itu, legalitas pansel diduga karena hanya berdasarkan surat keputusan kepala dinas perhubungan dan infokom. Persoalan lain, pansel mengumumkan daftar nama yang
lolos seleksi berbeda di dua media yang berbeda pula, serta komposisi calon anggota yang terpilih diragukan kualitas, kredibilitas dan indepensinya," papar Agus.

(vit/nrl)

detik.com

Hanya 3 dari 143 Kunker DPR ke Luar Negeri yang Dilaporkan

Jakarta - Sejak pelantikannya pada Oktober 2009, hingga kini tercatat ada 143 kali kunjungan kerja badan kelengkapan DPR ke luar negeri. Ironisnya hanya tiga perjalanan yang laporannya dipublikasikan kepada masyarakat dan itu pun tidak mencakup relevansi hasil temuan studi banding terhadap RUU yang dijadikan alasan ke luar negeri.

"Kami menilai studi banding DPR telah gagal dan karenanya perlu moratorium. Bukan sekadar pemangkasan anggaran, penjadwalan ulang atau penundaan, tapi dihentikan sama sekali sampai ada perbaikan yang menjamin efektivitas studi banding," ujar Direktur Monitoring, Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, kepada detikcom, Minggu (8/5/2011).

Berdasar data yang dimiliki PSHK, tercatat bahwa alat kelengkapan DPR 2009-2014 (tidak termasuk Badan Kerja Sama Antar Parlemen/BKSAP) melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 143 kali. Sebanyak 58 perjalanan di antaranya adalah untuk keperluan studi banding.

Dari 143 kali kunjungan ke luar negeri tersebut hanya tiga laporan yang dipublikasikan, yakni oleh Komisi III DPR. Tapi isi laporannya berbeda-beda dari segi format, muatan dan bobot informasi yang disajikan.

"Bahkan untuk studi banding yang ke Swedia, laporannya hanya satu lembar yang sekadar deskripsi singkat kegiatan dan jadwal. Laporan studi banding Panja RUU Hortikultura ke Belanda juga hanya dua halaman dan tidak menjelaskan secara rinci bagaimana kaitan antara temuan dan hasil telaah selama studi banding dengan capaian terakhir substansi RUU," papar Ronald.

Demikian juga dengan laporan studi banding BURT DPR (Maroko, Jerman, dan Perancis), Panja RUU Kepramukaan (Korea Selatan, Jepang dan Afrika Selatan) atau BK DPR ke Yunani. Hingga kini laporan belum dipublikasikan secara resmi melalui situs www.dpr.go.id untuk memenuhi prinsip akuntabilitas dan transparansi terhadap masyarakat.

"Padahal laporan tersebut sebenarnya sudah ada, setidaknya dari apa yang diberikan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR kepada Indonesia Corruption Watch (ICW)," sambung dia.

Daftar Kunjungan tersebut mengkonfirmasi pula bahwa Komisi I DPR (urusan pertahanan, luar negeri dan informasi) paling aktif mengadakan studi banding selama masa reses yaitu ke Amerika Serikat, Rusia, Turki, Perancis dan terakhir Italia.

"Padahal akhir 2010 lalu Komisi I sempat berjanji mendukung moratorium studi banding, mesti tidak jelas juga apa batasannya," imbuh Ronald.

Terhadap beragam fakta itu sangat mempertaruhkan risiko keefektivitasan studi banding DPR ke luar negeri. Patut dipertanyakan pula urgensi serta kemampuan studi banding sebagai alat bantu mendapatkan data dan informasi.

Sebagai langkah perbaikannya, PSHK mengusulkan dilakukan seleksi ketat terhadap setiap usulan studi banding. Materi seleksi di antaranya meliputi tranparansi, urgensi, waktu tata tertib bahkan sanksi bagi alat kelengkapan DPR yang belum menyampaikan laporan yang komprehensif tentang hasil studi banding.

"Misalnya di periode sebelumnya ada Panja RUU yang studi banding ke luar negeri dan kebetulan RUU itu belum tuntas sehingga masuk ke periode berikutnya. Apakah yang begini ini juga perlu studi banding lagi? Kami juga mencatat studi banding dilakukan di akhir masa pembahasan, bukan sedari awal saat penyusunan materinya," imbuh Ronald.

(lh/nrl)

detik.com